Kamis, 12 September 2013

post partum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
       Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
       Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues, atau karena kurangnya penanganan ibu post partum sangat rentan mengalami infeksi dan perdarahan.

1.2.  Tujuan
a.     Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan post partum.

b.    Tujuan Khusus
-  Untuk mengetahui dan memahami definisi post partum.
-  Untuk mengetahui dan memahami etiologi post partum.
-  Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi post partum.
-  Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari post partum.
-  Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan post partum.
-  Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan post partum.
.



















BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.  Definisi
       Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
       Masa nifas atau masa purpenium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6-8 minggu (Manjoer, A dkk, 2001). Akan tetapi seluruh alat genetal baruh pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Ilmu kebidanan, 2007).
       Masa nifas adalah priode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat-alat reproduksi tengah kembali ke kondisi normal (Barbara F. Weller,2005).
       Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Saifuddin,2002).
       Post partum adalah masa pulih kembali dari persalinan sampai alat-alat kandung kembali  seperti sebelum hamil, lama massa nifas yaitu 6-8 minggu (Rustam,1991)
       Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah masa setelah kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.

2.2.  Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a.    Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.    Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c.    Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

2.3.  Anatomi dan Fisiologi
       Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).
1.    Stuktur eksterna
a.    Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b.    Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.
c.    Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
d.   Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang, memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e.    Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar.
Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f.     Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.
g.    Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

h.    Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2.    Struktur interna
a.    Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovari proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita normal.
b.    Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c.    Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
1)   Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan miometrium.
2)   Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.

3)   Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d.   Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

2.4  Etiologi
       Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti atau jelas terdapat beberapa teori antara lain (Rustma Muchtar, 1998) :
1.    Penurunan kadar progesterone
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan ketentraman otot rahim.
2.    Penurunan kadar progesterone
Pada akhir kehamilan kadar oxytocinbertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim.
3.    Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4.    Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa.
5.     Teori prostaglandin
Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan.

2.5  Patofisiologi
      Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
      Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.



2.6    Patoflow
POST PARTUM NORMAL
Perubahan fisiologi
laktasi
Vagina dan perineum
Ruptur jaringan
Trauma mekanis
Struktur dan karakter payudara ibu
Bengkak dan memar du uretra
Hormon esterogen
Prolaktin meningkat
Pembentukan ASI
Penyempitan pada duktus intiverus
Ketidakefektifan menyusui
Nyeri akut
Distensi kandung kemih
Penuunan sensitivitas dan  dan sensasi kandung kemih
Gangguan eliminasi BAK
Perdarahan
Pembuluh darah rusak
Resiko kekurangan volume cairan
Imunitas menurun
Invasi bakteri
Resti Infeksi
 



















2.7    Manifestasi Klinis
      Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya atau minggunya atau harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor) ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
1.      Lightening atau setting atau droping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida pada multipara tidak begitu kentara.
2.      Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3.      Perasaan sering atau susah kencing (potakisurla) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawa janin.
4.      Perasaan sakit perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi lemah dari uterus, kadang disebut “false labor pains”.
5.      Serviks menjadi lembek, mulai melebar dan sekresinya bertambah dan bisa bercampur darah (bloody shoe).

2.8    Komplikasi Post Partum
a.    Klien post partum komplikasi perdarahan
       Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1)   Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2)   Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
       Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1)   Menghentikan perdarahan.
2)   Mencegah timbulnya syok.
3)   Mengganti darah yang hilang.
       Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1)   Atonia Uteri
2)   Retensi Plasenta
3)   Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4)   Trauma jalan lahir
-  Episiotomi yang lebar
-  Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
-  Rupture uteri
5)   Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
b.    Klien post partum komplikasi infeksi
       Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang - biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998).
       Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
       Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1)   Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2)   Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3)   Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.



4)   Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
c.    Klien post partum komplikasi penyakit blues
       Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
       Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
       Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1)   Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2)   Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3)   Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4)   Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
5)   Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
2.9    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo, 2008:
-       Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
-       Keadaan umum: TTV, selera makan dll
-       Payudara: air susu, putting
-       Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
-       Sekres yang keluar atau lochea
-       Keadaan alat kandungan
Pemeriksaan penunjang post partum menurut Manjoer arif dkk, 2001
-       Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum
-       Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta.

2.10Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a.    Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b.    6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c.    Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
d.   Hari ke-2 : mulai latihan duduk
e.    Hari ke-3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1.  Pengkajian
1.    Identitas Pasien
2.    Keluhan Utama
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak
3.    Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
4.    Riwayat Persalinan
-       Tempat persalinan
-       Normal atau terdapat komplikasi
-       Keadaan bayi
-       Keadaan ibu
5.    Riwayat Nifas Yang Lalu
-       Pengeluaran ASI lancar / tidak
-       BB bayi
-       Riwayat ber KB / tidak
6.    Pemeriksaan Fisik
-       Keadaan umum pasien
-       Abdomen
-       Saluran cerna
-       Alat kemih
-       Lochea
-       Vagina
-       Perinium dan rectum
-       Ekstremitas
-       Kemampuan perawatan diri

7.    Pemeriksaan psikososial
-       Respon dan persepsi keluarga
-       Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi

3.2.  Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi efek-efek hormonal
2.    Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, karakteristik payudara
3.    Gangguan  eliminasi BAK berhubungan dengan distensi kandung kemih, perubahan-perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan sistemkekebalan tubuh.
5.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (perdarahan)

3.3.  Intervensi
1.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi efek – efk hormonal.
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang dengan kriteria evaluasi: skala nyeri 0-1, ibu mengatakan nyerinya berkurang sampai hilang, tidak merasa nyeri saat mobilisasi, tanda vital dalam batas normal. S = 36-370C. N = 60-80 x/menit, TD = 120/80 mmhg, RR= 18 – 20 x / menit
Intervensi dan Rasional:
a.    Kaji ulang skala nyeri
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
b.    Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri
Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan
c.    Motivasi untuk mobilisasi sesuai indikasi
Rasional : memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan mengurangi nyeri secara bertahap.
d.   Berikan kompres hangat
Rasional : meningkatkan sirkulasi pada perinium
e.    Delegasi pemberian analgetik
Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri berkurang

2.    Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, karakteristik payudara.
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat mencapai kepuasan menyusui dengan criteria evaluasi: ibu mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi mendapat ASI yang cukup.
Intervesi dan Rasional:
a.    Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui sebelumnya.
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini agar memberikan  intervensi yang tepat.
b.    Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
Rasional: posisi yang tepat biasanya mencegah luka/pecah putting yang dapat merusak dan mengganggu.
c.    Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
Rasional : agar kelembapan pada payudara tetap dalam batas normal.




3.    Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan distensi kandung kemih, perubahan-perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami gangguan eliminasi (BAK) dengan KE: ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi dan Rasional:
a.    Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.
Rasional: mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan tepat.
b.    Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.
Rasional: melatih otot-otot perkemihan.
c.    Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan air keran.
Rasional: agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan sehingga tidak ada retensi.
d.   Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional: mengurangi distensi kandung kemih.

4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan sistem kekebalan tubuh.
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi dengan KE : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi dan Rasional:
a.    Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan episiotomi.
Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan mengintervensi dengan tepat.

b.    Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media yang menjadi tempat berkembangbiaknya kuman.
c.    Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu > 38°C menandakan infeksi.
d.   Lakukan rendam bokong.
Rasional : untuk memperlancar sirkulasi ke perinium dan mengurangi udema.
e.    Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
Rasional : membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.

5.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (perdarahan)
Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
Setelah diberikan askep ibu diharapkan tidak kekurangan volume cairan dengan KE : cairan masuk dan keluar seimbang, Hb/Ht dalam batas normal (12,0-16,0 gr/dL)
Intervensi dan Rasional:
a.    Ajarkan ibu agar massage sendiri fundus uteri.
Rasional: memberi rangsangan pada uterus agar berkontraksi kuat dan mengontrol perdarahan.
b.    Pertahankan cairan peroral 1,5-2 Liter/hari.
Rasional: mencegah terjadinya dehidrasi.
c.    Observasi perubahan suhu, nadi, tensi.
Rasional: peningkatan suhu dapat memperhebat dehidrasi.
d.   Periksa ulang kadar Hb/Ht.
Rasional: penurunan Hb tidak boleh melebihi 2 gram%/100 dL.


3.4.  Evaluasi
1.    Klien tidak lagi merasakan nyeri
2.    Klien dapat menyusui secaraefektif
3.    Eliminasi urine klien kembali normal
4.    Klien tidak mengalami infeksi
5.    Klien tidak mengalami kekurangan volumen cairan























BAB IV
PENUTUP

4.1.  Kesimpulan
       Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Saifuddin,2002). Post portum/ masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998) yaitu puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu dan remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi.

4.2.  Saran
a.    Pasien
Diharapkan pasien dapat memahami pengertian, penyebab, klasifikasi, fisiologi dan penatalaksanaan pada saat post partum .
b.   Perawat
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien dengan post partum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar