Jumat, 30 September 2016

kasus deminsia



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    pengkajian
A.                indentitas pasien
Identitas Klien                                    : Tn . H
Sumber informasi                    : keluarga
Tempat/tanggal lahir               : palembang , 08 agustus 1951
Umur                                       : 62 tahun
Agama                                     : islam
Jenis kelamin                           : laki-laki
Pekerjaan                                 : buruh
Diagnosa medis                       : dimensia

3.2    Pemeriksaan Fisik
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien
1.                  Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme.Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,hipotensi,dan penurunan frekuensi pernapasan.
a.    B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1)    Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2)    Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3)    Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4)    Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b.    B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c.    B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1)    Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
2)    Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3)    Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4)    Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a)    Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
b)    Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c)  Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d)  Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e)  Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f)  Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
h)  Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i)  Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
5)    Pengkajian sistem Motorik
a)    Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
b)    Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
c)    Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
6)    Pengkajian Sistem sensorik.
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
d.    B4 (Bladder)
Beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya.Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan
e.    B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif konstipasi
f.    B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari

3.3    Diagnosa
1.      Resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat,
2.      Perubahan pola eliminasi b/d ketidak mampuan menentukan letak kamar mandi/ mengenali kebutuhan
3.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan  degenerasi neuron irreversible
4.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual

3.4    Intervensi Dan Rasional
DX 1: Resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat
Tujuan : kebutuhan pasien terpenuhi
Krateria hasil : mengerti pentingnya nutrsi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratarium
No
DX
Intervensi
Rasional
2
2
1. Evaluasi kemampuan makan klien
2. Observasi BB jika memungkinkan
3. Menejemen mencapai kemampuan menelan
a.       Makanaan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan
b.      Klien dianjurkan untuk menelan secara berurutan
c.       Klien diajarkan untuk meletakna makanan diatas lidah menutup bibir dan gigi serta menelan
d.      Klien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian kesisi yang lain.
e.       Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu
f.       Berikan makanan kecil dan lunak
1. Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan BB mereka. Mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Klien berresiko terjadi aspirasi akibat penurunan refleks batuk

2. Tanda kehilangan BB (7-10%) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinnya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator


3. Meningkatkan kemampuan klien dalam menelan dan dapat membantu pemenuhan nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan dan mencegah gangguan pada lambung










DX 2: Perubahan pola eliminasi b/d ketidak mampuan menentukan letak kamar mandi/ mengenali kebutuhan
Tujuan : dapat mengenali keadaan sekitar
Kreteria hasil: pasien dapat mengenali kebutuhan diri sendiri
No
DX
Intervensi
Rasional
3
3
1.      Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang

2.      letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buat tanda tertentu/pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari.
3.      Buat program latiha defekasi/kandung kemih. Tingkatkan parttisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
4.      Hindari perasaan yang diburu-buru .

1.      Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin memerlukan pengkajian/intervensi
2.      Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih/defekasi.
3.      Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan
4.      Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan.




DX 3: Perubahan proses pikir berhubungan dengan  degenerasi neuron irreversible
Tujuan : gangguan proses pikir pasien tidak bertambah buruk  
Kreteria hasil : Klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan

No
DX
Intervensi
Rasional
4
4
    1.    Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
2.    Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
3.    Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
4.    Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
5.    Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
1.    Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.

2.    Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
3.    Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.
4.    Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
5.    Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.









DX 4 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
Tujuan :     Pasien diharapkan mampu melakukan koping individu menjadi efektif   
Kreteria hasil : Pasien Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
No
DX
Intervensi
Rasional
5
5
1.        Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan

2.    Dukung kemampuan koping
3.    Beri dukungan psikologis secara menyeluruh



4.    Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin
5.    Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi   
1.    Menentukan bantuan  individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi

2.    Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit.
3.    Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
4.    Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
5.    Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.






3.5    Implementasi
1.      pasien tidak mengalami trauma lagi
2.      kebutuhan pasien terpenuhi
3.      pasien dapat kembali mengenali keadaan sekitar
4.      pasien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
5.      Pasien Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
6.      pasien mengalami perbaikan persepsi sesori
7.      pasien mengatakan pola tidur kembali normal
3.6    Evaluasi
DX 1:   S : pasien mengatakan berat badan kembali normal
O : tamapak kebutuhan pasien telah terpenuhi
A : intervensi tercapai
P : -
DX 2 :   S : pasien mengatakan dapat mengenali keadaan sekitar
O: pasien tamapk kembali memenuhi kebutuhan diri sendiri
A: intervensi tercapai
P: -
DX 3 :   S : pasien mengatakan dapat kembali mengingat atau berfikir
O : pasien tampak kembali berfikir
A : intervensi tercapai
P : -
DX 4 :   S : pasien mengatakan dapat kembali bekomunikasi dengan keluarga
O : pasien tampak dapat brkomunikasi dengan baik
A : intervensi tercapai
P : -


Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price, 1962:1213 )
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15–25 tahun ( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui.
Melihat jumlah kejadian diatas serta kondisi penyakit yang memerlukan pendeteksian dan penanganan sejak dini, penulis tertarik untuk menulis makalah “Asuhan Keperawatan Osteosarkoma”.
1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus osteosarkoma.
1.2.2        Tujuan Khusus
a.    Mengetahui pengertian dari osteosarkoma.
b.    Menjelaskan Etiologi dari osteosarkoma.
c.    Menjelaskan Manifestsi klinis dari osteosarkoma.
d.   Menjelaskan Patofisiologi dari osteosarkoma.
e.    Mengetahui Patoflow dari osteosarkoma.
f.     Menjelaskan Diagnosis dari osteosarkoma.
g.    Mengetahui Pemeriksa penunjang dari osteosarkoma.
1.3      Manfaat
1.3.1   Bagi Mahasiswa
a.    Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan osteosarkoma.
b.    Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang osteosarkoma.
1.3.2        Bagi Pasien
a.    Pasien mengetahui tentang osteosarkoma.
b.    Pasien mengetahui tentang penanganan osteosarkoma.























BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Konsep Dasar Teori
2.1.1        Definisi
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong, 2003).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat. ( Smeltzer, 2001).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price, 1998)

2.1.2.      Etiologi
Penyebab dari osteommielitis yaitu :
1.    Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2.    Haemophylus influenza (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organism yang lain seperti : bakteri coli, salmonella thyposa dan sebagainya.
3.    Proses spesifik (M.Tuberculosa)
4.    Penyebaran hematogen dari pusat infeksi jauh (tonsilitis, bisul atau jerawat, ISPA)
2.1.3.      Anatomi Fisiologi
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pemben Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas.
a.    Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.

b.    Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c.    Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997).
2.1.4.      Patofisiologi
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma.
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.








2.1.5        Patoflow

           Radiasi sinar radio aktif                Herediter / Keturunan                   Virus Onkogenik


 



Kerusakan gen


 
Poliferasi sel tulang
secara abnormal

Neoplasma
 

    Pembengkakan lokal                              OSTEOSARCOMA                       Metastase Hematogen











 
Resti gangguan integritas kulit
 
                                                                                                                        Kerusakan struktur tulang


 
                             Didalam tulang                                          Dipermurkaan          Tulang lebih rapuh
                                                                                                        tulang                  
                                                                                                                               Resiko fraktur
                                 Jaringan lunak                         Tumbuh sampai jaringan           
Resti cidera
 
                            Diinfasi oleh sel tumor             lunak disekitar tulang epifisis           
                                                                                      dan tulang rawan sendi
                                                                  
                Reaksi tulang normal                                        Neoplasma tumbuh
                                                                                             kedalam sendi
              
                                                                               Merangsang  reseptor nyeri : BPH
Respon osteolitik              Respon osteblastik
                                       (Pembentukan tulang)                      Saraf afferent
Destruksi tulang
                                       Penimbunan periosteum tulang       Medula spinalis
Penghancuran tulang       yang baru dekat tempat lesi
        lokal                                      terjadi                                 Thalamus









 
  Osteoporosis               Terjadi pertumbuhan tulang           Korteks serebri
                                                  yang abortif
Nyeri
 
                                                                      
      Fraktur                     Pembedahan penambahan
                                                   masa tulang
Tindakan amputasi


Gangguan mobilitas fisik
 
 
Cacat permanen








Gangguan citra tubuh
 
 





2.1.6        Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari osteosarkoma adalah :
1.    Rasa sakit (nyeri)
-  Nyeri pada tulang yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
-  Nyeri juga dapat di rasakan pada saat melaksanakan aktifitas, misalnya saat mengangkat (jika tumor di tulang lengan)
-  Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan
2.    Riwayat pembengkakan
-  Pembangkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi, dimana jika tumornya besar, dapat muncul sebagai pembengkakan.
-  Jika ada Pembengkakan, maka pembangkakan tersebut pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
-  Karena adanya gencetan dari tumor ke pembuluh darah menyebabkan anggota distal tubuh menjadi keram atau mati rasa
3.    Tulang patah 
-  Tulang yang terkena dampak tidak sekuat tulang yang normal dan mungkin fraktur dengan trauma ringan (patah tulang patologis) ataupun mungkin terjadi setelah apa yang tampaknya seperti gerakan rutin
-  Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis
-  Kaki dapat pincang jika lokasi tumornya di kaki
4.    Pada lokasi tumor teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena. 
5.    Gejala-gejala penyakit metastatik akibat penyebaran tumor
-  Gejala metatastik meliputi nyeri dada, batuk, demam, malaise  atau keringat malam sangat jarang di jumpai.
-  Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas
-  Menurunnya berat badan, ini biasanya tampak pada berbagai penyakit keganasan seperti kanker.

2.1.7. Komplikasi
1.    Akibat langsung : Patah tulang
2.    Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
3.    Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a.    Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.
b.    CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
c.    Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
d.   Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
e.    Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
f.     MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
g.    Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”, ( Rasjad. 2003).

2.1.9.      Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan Medis
a.    Pengangkatan
-  eksisi lokal
-  amputasi ektremitas di atas tumor
b.    Penghancuran
-  Radiasi
Bila tumor bersifat radiosensifit
-  Kemoterapi
Pre operatif, pasca operatif dan pencegahan terjadinya mikrometastasis tulang secara berkelanjutan
c.    Terapi kombinasi
Terapi kombinasi yang dimasud adalah penanganan awal dengan kemoterpidilanjutkan dengan pembedahan dengan tujuan memutus pertumbukan mikrometastasis
d.   Terapi tambahan
-  fiksasi interna fraktur patologik
-  fiksasi interna profilaksis
e.    Pengobatan
-  kortikosteroid
-  diuretic
-  analgesic
-  antibotik
-  jika terjadi hiperkalsemia (hidrasi dengan pemberian normal salin intravena)
-  fosfat
-  nitramisin
-  kalsitonin
2.    Penatalaksanaan keperawatan
a)    Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas  dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
b)   Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c)    Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d)   Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).

2.2      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1        Pengkajian
a.    Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status     perkawinan, alamat, dan lain-lain.
b.    Riwayat kesehatan
-  Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
-  Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
-  Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
c.    Pengkajian fisik
-  Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
-  Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
-  Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
d.   Keterbatasan rentang gerak
e.    Hasil laboratorium/radiologi
-  Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
-  Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
-  Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
2.    Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan   muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
3.    Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
4.    Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

2.2.3        Intervensi
Dx-1: Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a.       Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b.      Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c.       Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d.      Skala nyeri 0-2.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
1.  Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
Berikan lingkungan yang tenang.
Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

Dx-2 : Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan   muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a.    Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b.   Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c.    Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas,
d.   Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
1.  Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
Bantu pasien dalam perawatan diri.
Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
Berikan diet Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin ,  dan mineral.
Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
Untuk menentukan program latihan.

Dx-3 : Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji adanya perubahan warna kulit.
Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
Ubah posisi dengan sesering mungkin.
Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan  resiko kerusakan kulit.
Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan  cedera kulit / kerusakan kulit.
Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.

Dx-4 : Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.    Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b.   Leukosit dalam batas normal, dan
c.    Tanda-tanda vital dalam batas normal.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa
Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
Rawat  luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema  lokal, eritema pada daerah luka.
Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.

2.2.4        Evaluasi
1.    Pasien tidak lagi mengalami nyeri.
2.    Pasien tidak mengalami kerusakan mobilitas fisik.
3.    Pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit.
4.    Pasien tidak mengalami infeksi.




















BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Tumor tulang/osteosarkoma adalah jenis malignansi terbanyak dari tumor tulang yang berjumlah kira-kira 20% dari semua kasus, tumor sel berkas malignan muncul didalam tulang. Osteosarkoma lebih umum terjadi pada pria dan orang-orang dengan usia 11-20 tahun. Kemampuan bertahan hidup 5 tahun sekitar 60%. Akan tetapi angka bertahan hidup 2 tahun untuk jenis ini dengan penyakit local sekitar 40-90%, sedangkan pada penyakit metastatic mempunyai kemampuan bertahan hidup 2 tahun sekitar 30-60%.
Osteosarkoma Bukan karena tumor membentuk tulang tetapi karena pembentukan tumor ini berasal dari sel osteoblastikdari sel-sel masenkim primitive tumor yang sangat ganas menyebar secara cepat pada periostenumdan jaringan ikat diluarnya.
3.2 Saran
Mahasiswa lebih memperdalam lagi pengetahuannya penjelasan tentang Asuhan keperawatan pasien tumor tulang.
Institusi Pendidikan, untuk memberikan materi pembahasan Asuhan keperawatan tentang tumor tulang.
Penulis, dengan segala kekurangan penulis agar dapat mempelajari lebih mendalam tentang Asuhan keperawatan pasien tumor tulang.






DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC.
       Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
       Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
       Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Banjarbaru:
       Akper Depkes.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba
       medika. Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit
       Buku Kedokteran EGC