Kamis, 12 September 2013

OMA dan OMK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun
Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini yang tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.

1.2  Tujuan
Tujuan Umum          : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMA dan OMK
Tujuan khusus          : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA dan OMK seperti pengertian,etiologi,patofisiologi dan lain-lain  
  


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Definisi 
 Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran, tinitus dan vertigo.
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti peradangan dari telinga tengah.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. ( Soepardi, iskandar ,1990)
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (Mediastore,2009 )

2.1.1  Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama 3 bulan-3 tahun. Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 )
Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang bernanah. Demam dapat hadir.

2.1.2  Otitis Media Kronis
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah Proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap   > 12 minggu.
Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga. (Warmasif, 2009)
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek. (Alfatih, 2007)
OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu:
  • OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani   secara aktif .
  • OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.

Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom akuisital atau didapat
1.      Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
2.      Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).

Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

2.2  Anatomi Fisiologi
2.2.1 Anatomi
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting.
1.      Telinga luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kanalis auditorius eksternus berfungsi untuk menyalurkan suara ke membran timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.



2.      Telinga tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen. Membran timpani berfungsi untuk menyalurkan suara secara mekanik kemudian diteruskan ke tulang osikuli. Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Jendela oval berfungsi untuk merubah intensitas bunyi, karena kerapatan medium antara udara dan cairan berbeda.  Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
3.      Telinga dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan cerebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.


2.2.2 Fisiologi Pendengaran Normal
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan membran basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok, dan dengan terdorongnya membran basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N. VIII, kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.



2.3 Etiologi
2.3.1  Otitis Media Akut
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas (common cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun bakteri. Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2.3.2  Otitis Media Kronis
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi) (Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara lain:
·         Streptococcus.
·         Stapilococcus.
·         Diplococcus pneumonie.
·         Hemopilus influens.
·         Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
·         Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
·         Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Penyebab OMK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/ atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1  Otitis Media Akut
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.


4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.



2.4.2  Otitis Media Kronis
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk  , ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten. Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
1.  Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya adalah bakteri. Dari telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam) sehingga terjadi tuli konduktif.
2.  Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
2.5 Patofisiologi 
2.5.1  Otitis Media Akut
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

2.5.2 Otitis Media Kronis
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
















2.6 Patoflow


Infeksi bakteri


   
   Infeksi telinga tengah



Proses peradangan       Peningkatan produksi      Tekanan udara          Pengobatan tak tuntas /
                                        Cairan serosa                    telinga tengah(-)        episode berulang
Nyeri
 

                                 Akumulasi cairan             Retraksi membrane      Infeksi berlanjut dpt
                                        Mucus & serosa                timpani                          sampai telinga dalam



                                   Hantaran suara udara                 terjadi erosi           tekanan mastoiddektomi
                                  Yang diterima menurun     pd kanalis semisirkularis

Gangguan persepsi
Sensori : pendengaran
Resiko injury
Resiko infeksi
 









2.7  Pemeriksaan Diagnostik
2.7.1  Otitis Media Akut
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani. Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.
2.7.2  Otitis Media Kronis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga. Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui pendengaran menurun. X ray terhadap kolesteatoma dan kekaburan mastoid.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1  Otitis Media Akut
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1.    Stadium Oklusi
     Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
    a.   Pemberian Antibiotik
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia 
Diagnosis pasti 
Diagnosis meragukan 
< 6 bln
Antibiotik
Antibiotik
6 bln – 2 th
Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat, observasi jika gejala ringan
 2 thn
Antibiotik jika gejala berat, observasi jika gejala ringan
Observasi

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat badan hari untuk anak dengan risiko tinggi.
Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya: Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.
*      Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
*      Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin
*      Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.
*      Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin.
*      Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
*      Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.  
*      Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
*      Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
*      Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri
b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri
Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. 
c. Obat lain
Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan. Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
Cairan yang keluar harus dikultur. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki bukti yang cukup.
2.8.2 Otitis Media Kronis
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.


1. OMK BENIGNA
a. OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b. OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
• Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
  Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
• Toilet telinga secara basah ( syringing).
  Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
• Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
  Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
1.      Stafilokokus, koagulase positif, 99%
2.      Stafilokokus, koagulase positif, 95%
3.      Stafilokokus group A, 100%
4.      E. Koli, 96%
5.      Proteus sp, 60%
6.      Proteus mirabilis, 90%
7.      Klebsiella, 92%
8.      Enterobakter, 93%
9.      Pseudomonas, 5%
10.  Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%


3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah
1.      Kuman aerob Antibiotik sistemik
2.      Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin
3.      P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin
4.      P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin
5.      P. Vulgaris
6.      Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida
7.      E. Koli Ampisilin atau sefalosforin
8.      S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,
9.      eritromosin, aminoglikosida
10.  Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin
11.  Aminoglikosida
12.  B. fragilis Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.

• Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
• Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
• Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
• Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma.
2. 9 Komplikasi
2.9.1   Otitis Media Akut
Komplikasi yang serius adalah:
·         Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
·         Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
·         Kelumpuhan pada wajah
·         Tuli       
·         Peradangan pada selaput otak (meningitis)
·         ·Abses Otak
Tanda-tanda terjadinya komplikasi:
*      Sakit kepala
*      Tuli yang terjadi secara mendadak
*      Vertigo (perasaan berputar)
*      Demam dan menggigil.
2.9.2 Otitis Media Kronis
OMK tipe benigna :
OMK tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke dalam tubuh) organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler
OMK tipe maligna :
Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
  1. Erosi canalis semisirkularis
  2. Erosi canalis tulang
  3. Erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
  4. Erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal
  5. Erosi pada sinus sigmoid
Menurut Shanbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a. Komplikasi Intratemporal( Perforasi membrane timpani, Mastoiditis akut, Parese nervus fasialis, Labirinitis ,Petrositis.)
b. Komplikasi Ekstratemporal.(Abses subperiosteal.)
c. Komplikasi Intrakranial(Abses otak,Tromboflebitis, Hidrocephalus otikus, Empiema subdural/ ekstradural)


2.10 Prognosis
2.10.1  Otitis Media Akut
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup ).
2.10.2  Otitis Media Kronik
  • OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
  • OMK tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Otitis Media Kronis
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,   pekerjaan, alamat
Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi.
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
2.   Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood )         : Nadi meningkat
B3 (Brain)            : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut
B5 (Bowel)          : Nausea vomiting
B6 (Bone)            : Malaise, alergi
3.  Pengkajian Psikososial
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktivitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan

4.  Pemeriksaan diagnostik
a. Tes audiometri : pendengaran menurun
b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5.   Pemeriksaan pendengaran
-  Tes suara bisikan, tes garputala

3.2 Diagnosa Keperawatan
1.      . Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2.      Perubahan persepsi sensori/sensoris berhubungan dengan abstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di sistem saraf
3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
4.      Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensor

3.3    Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan metode pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
NO
DX
INTERVENSI
RASIONAL
1
DX 1
1.      Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
2.      Kompres dingin di sekitar area telinga
3.      Atur posisi klien.
4.      Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi
1.      Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.
2.       Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin di sekitar area telinga
3.      Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
4.      Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk  mengurangi sensasi nyeri dari dalam







2. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional
Intervensi keperawatan :
No
DX
Intervensi
Rasional
2
2
1.      Ajarkan klien menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat
2.      Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh
3.      Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut
4.      Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik ( baik itu antibiotik sistemik maupun lokal )



1.      Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2.      Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi
3.      Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen
4.      Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut

3. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma bedah terhadap jaringan.
    Tujuan            : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat hilang atau teratasi
    Kriteria Hasil    : a.  Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi


No
DX
Intervensi
Rasional
3
3
1.      Observasi keadaan umum pasien selama 24 jam
1.      Mengetahui keadaan umum pasien

2.      Anjurkan pentingnya cuci tangan dan mencuci telinga luar
2.      Mencegah penularan penyakit

3.      Lakukan perawatan graft
3.      Mencegah infeksi




4.      Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis
Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
4.antibiotik profliksis merupakan pereda infeksi


4. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : Tidak terjadi injury atau perlukaan
Kriteria hasil : pasien tidak menunjukan terjadinya injuri atau perlukaan
No
DX
Intervensi
Rasional
4
4
1.      Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan
2.      Pasang restraint pada sisi tempat tidur
3.      Jaga anak saat beraktivitas
4.      Tempatkan perabot teratur
1.      meminimalkan anak agar tidak jatuh.
2.      meminimalkan agar anak tidak jatuh.
3.      meminimalkan agar anak tidak jatuh
4.      meminimalkan agar anak tidak terluka


3.4    Implementasi
1.      rasa nyeri yang di rasakan klien berkurang
2.      persepsi sensori klien kembali membaik
3.      resiko infeksi yang di rasakan klien berkurang
4.      tidak terjadi nya resiko injuri atau perlukaan






3.5    Evaluasi
1.      DX 1 : S : klien mengatakan nyeri berkurang
O : klien tampak tidak merasakan nyeri kembali
A : intervensi tercapai
P  : tindakan di pertahan kan
2.       DX 2 : S : klien mengatakan mengalami peningkatan pendengaran
O : klien tampak kembali mendengar
A : intervensi tercapai
P  : tindakan di pertahan kan

3.      DX 3 : S : klien mengatakan tidak terdapat infeksi
O : klien tampak tidak terjadi infeksi
A : intervensi tercapai
P  : tindakan di pertahan kan

4.      DX 4 : S : klien mengatakan tidak terjadi perlukaan
O : klien tampak tidak terjadi luka
A : intervensi tercapai
P  : tindakan di pertahan kan






BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media, maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi pada membran tympani.
4.2 Saran
Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi dan untuk pemberian antibiotik yang tepat.










DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Taufik.2009.Otitis Media Akut.http:/library.usu.ac.id(10 September 2009)
Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi
       10.EGC:Jakarta
George L, Adams.1997.Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6.EGC:Jakarta
Rothrock, C.J.(2000).Perencanaan Asuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar