Kamis, 18 Juli 2013

tiroiditas hasimoto

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    latar belakang
Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak  dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid
Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan dalam fungsi tiroid. Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid.Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid.
Berdasarkan penampilan klinis tersebut, maka tiroidis dibagi atas tiroiditis akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut, tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi menjadi yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang tidak disertai rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh karena obat-obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa kronis
Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang paling umum dan bersifat organ-specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai tiroiditis autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup.  Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan
Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi  terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen, dalam serum penderita penyakit Hashimoto sehingga terjadi inflamasi akibat autoimun. Perjalanan penyakitnya sendiri pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi kemudian kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar tiroidnya bisa membesar membentuk nodul goiter. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap sehingga diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta memperkecil ukuran goiter
1.2    rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dimana tiroiditas hasimoto  merupakan suatu penyakit peradangan kelenjar toroid ,maka kami merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana konsep penyakit tiroiditas hasimoto tersebut ? dan Bagamana asuhan keperawatan pada penyakit tiroiditas hasimoto ?

1.3    Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan tiroid    hashimoto.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mengetahui pengertian tiroid hashimoto.
b.      Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab tiroid hashimoto.
c.       Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, diagnosa, dan intervensi yang mungkin muncul pada pasien tiroid hashimoto.
d.      Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan tiroid hashimoto.











BAB II
TINJAUAN TIORITIS
2.1 Definisi
   Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme  sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan dalam fungsi tiroid. (L. Patricia, 1988).
Tiroiditis Hashimoto (Tiroiditis autoimun) adalah peradangan kelenjar tiroid yang sering menyebabkan hipotiroidisme. Tiroiditis Hashimoto merupakan jenis tiroiditis yang paling sering ditemukan. Paling sering terjadi pada wanita usia lanjut dan cenderung diturunkan. (Janeway,2001).
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid. (R. Mirakian, 2002).
Penyakit Hashimoto adalah suatu kelainan yang mempengaruhi tiroid, kelenjar kecil yang terletak di pangkal leher, di bawah jakun. Kelenjar tiroid adalah bagian dari sistem endokrin, yang menghasilkan hormon yang mengkoordinasikan kegiatan tubuh. (Teguh Budi Santoso, 2010).
Dalam penyakit Hashimoto, juga dikenal sebagai tiroiditis limfositik kronis, sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid. Peradangan yang dihasilkan sering menyebabkan kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme).
Gondok
 
Seorang wanita dengan gondok, sedangkan gondok diobati dengan hormon tiroid Cina yang kaya yodium sejak abad ke-7 selama Dinasti Tang (618-907).Gelaja penyakit Hashimoto


2.2 Anatomi Fisiologi
Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea.Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.
Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid. Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal. Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.
Pengaturan fungsi tiroid. Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari hipofisis.Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler.Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme.Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.
Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi oleh kelenjar tiroid.Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.
Efek hormon tiroid pada pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin.Bila janin tidak dapat mensekresi hormon tiroid dalam waktu yang cukup maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum dan sesudah bayi dilahirkan akan sangat terbelakang dan otak tetap berukuran kecil dari normal.Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme sebagian besar sel tubuh.Bila produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hampir selalu menurunkan berat adan. Dan bila produksinya menurun hampir selalu meningkatkan nafsu makan.Keadaan ini dapat melebihi keseimbangan perubahan kecepatan metabolisme.
Efek pada respiratori. Meningkatnya kecepatan metablisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida.Ini akan mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.
Efek pada saluran cerna, meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, karena hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan gerakan saluran cerna. Sering terjadi diare, kekurangan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.
Efek pada sistem syaraf pusat.Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berfikir, tapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya berkurang hormon tiroid akan menurunkan fungsi ini. Efek terhadap fungsi otot.Peningkatan hormon tiroid dapat menyebabkan otot bereaksi dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan, maka otot-otot malahan menjadi lemah oleh karena berlebihnya katabolisme protein. Kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot sangat lambat, tremor pada otot.
Efek pada tidur.Karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan sistem syaraf pusat, maka penderita hipertiroid seringkali merasa capai terus menerus tetapi karena efek ekstasi dari hormon tiroid pada sinaps, timbul kesulitan tidur.Sebaliknya, somuolen yang berat merupakan gejala khas dari hipertiroidisme, disertai dengan waktu tidur yang berlangsung selama 12 jam sampai 14 jam sehari. Efek hormon tiroid pada fungsi seksual. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid menyebabkan hilangnya libido dan sebaliknya sangat berlebihannya hormon ini seringkali menyebabkan impotensi. Pada wanita, kekurangan hormon tiroid seringkali menyebabkan timbulnya menoragia dan polimenore.
preview_html_6d54f22d.jpg
2.3 Etiologi
            Etiologi dari tiroiditis berdasarkan klasifikasi
·         Tiroiditis hashimoto
Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya sendiri dalam suatu reaksi autoimun, membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.
Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa terjadi pada orang-orang yang memiliki kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner, sindroma Down dan sindroma Kleinefelter.
Penyebab dari tiroiditas hasimoto adalah Dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh terdiri dari antibodi dan sel darah putih. Sel-sel ini hadir dalam tubuh untuk melindungi tubuh terhadap virus, bakteri, dan antigen lainnya. Pada penyakit autoimun, antibodi dan sel darah putih justru menyerang sel tubuh yang sehat. Pada kasus tiroiditis Hashimoto, antibodi menyerang kelenjar tiroid sehingga menyebabkan peradangan, kelenjar tiroid yang kurang aktif, dan kekurangan produksi hormon tiroid. Kekurangan produksi tiroid menyebabkan kelenjar pituitari memerintahkan kelenjar tiroid memproduksi hormon lebih banyak lagi. Hal ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, suatu kondisi yang disebut gondok.
Penyebab dari penyakit tiroid autoimun masih belum diketahui. Banyak ahli berpikir bahwa virus atau bakteri memicu berkembangnya penyakit ini. Faktor genetika juga dituduh sebagai penyebab tiroiditis Hashimoto. Orang yang memiliki riwayat keluarga diabetes tipe 1 atau penyakit celiac cenderung mengembangkan tiroiditis Hashimoto. Ada berbagai faktor lainnya seperti umur dan jenis kelamin yang mampu memperbesar risiko.

·         Tiroiditis subakut
Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibody autoimun.

·         Tiroiditis akut supuratif
Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus yang persisten, kelainan yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa abses. Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan esophagus.
·         Tiroiditis limfosotik laten
Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih) ke dalam kelenjar tiroid.

2.4    Klasifikasi
1.      Tiroiditis Akut
Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, mikrobakteri atau parasit pada kelenjar tiroid.Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain merupakan penyebab yang paling sering dijumpai.Secara khas, penyakit ini menyebabkan nu\yeri serta pembebgkakan leher pada bagian anterior, panas, disfagia, dan dispocia.Faringitis atau gejala sakit leher sering dirtemukan.Pemeriksaan dapat menunjukkan rasa hangat, eritema (kemerahan) dan nyeri tekan pada kelenjar tiroid.Tetapi teoriditis akut mencakup pemberian preperat antibiotik dan penggantian cairan.Tindakan insisi dan drainase diperlukan jika terdapat abses.
2.      Tiroiditis Subakut
      Tiroiditis sub akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub akut (tiroiditis de quervam) atau tiroiditis tanpa nyeri (silent thiroiditis atau tiroiditis limpfositik sub akut).Tiroiditis granulomatosa sub akut merupakan kelainan inflamasi pada kelenjar tiroid yang terutama mennterang wanita nberusia antara 40 hingga 50 tahun (sakiyuma 1993) kelainan ini ditemukan sebagai pembengkakan yang nyeri pada leher bagian anterior, dan berlangsung selama1 atau 2 bulan dan kemudian menghilang spontan tanpa gejala sisa.Tiroiditis ini sering terjadi setelah infeksi respiratorius.Kelenjar tiroid membesar secra simetris dan kadang-kadang terasa nyeri. Kulit diatasnya sering tampak kemerah dan terasa hangat.Pasien merasa sulit menelan dan mengalami gangguan rasa nyaman, iritabilitas, kegelisahan insoumnia dan penurunan berat badan yang kesemuanya merupakan manipestasi dari hipertiroidisme sering dijumpai, dan banyak pasien juga merasakan gejala demam serta menggigil.Tiroiditis tanpa nyeri (tiroiditis limposifik sub akut) sering terjadi pada periode pasca partus dan diperkirakan disebabka oleh autoimun. Gejala hipertiroidisme atau hipertiroidisme mungkin saja timbul, tetapi ditunjukkan untuk menangani gejala, dan pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan setahun sekali perlu dianjurkan untuk menentukan apakah pasien memerlukan terapi guna mengatasi hipertiroidisma yang kemudian.


3.      Tiroiditis kronis (tiroiditis hashimoto)
Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita berusia 30 hingga 50 tahun diberi nama penyakit hashimoto atau tiroiditis limfosik kronis.penegakan diagnostiknya dilakukan berdasarkan gambaran histopatologis kelenjar tiroid yang mengalami inflamasi.Berbeda denag tiroiditis akut, bentuk yang kronis ini biasanya tidak disertai nyeri, gejala penekanan ataupun rasa panas, aktifitas kelenjar tiroid biasaya normal atau rendah dan bukan meningkat.

2.5 Patofisiologi
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid.
Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data  epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis limfositik kronis atau tiroiditis autoimun, adalah suatu bentuk peradangan kronis dari kelenjar tiroid. Hasil Peradangan kerusakan pada kelenjar tiroid dan fungsi tiroid berkurang atau "hipotiroidisme," yang berarti kelenjar tidak membuat hormon tiroid yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Penyakit Hashimoto adalah penyebab paling umum dari hipotiroidisme di Amerika Serikat.
Tiroid adalah kecil, kelenjar berbentuk kupu-kupu di bagian depan leher di bawah laring atau kotak suara. Kelenjar tiroid membuat hormon tiroid dua, triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4). Hormon tiroid beredar ke seluruh tubuh dalam aliran darah dan bertindak di hampir setiap jaringan dan sel dalam tubuh. Hormon-hormon ini mempengaruhi metabolisme, perkembangan otak, pernapasan, denyut jantung, fungsi sistem saraf, suhu tubuh, kekuatan otot, tingkat kelembaban kulit, siklus haid, berat badan, kadar kolesterol, dan banyak lagi.

Produksi hormon tiroid diatur oleh hormon lain yang disebut thyroid-stimulating hormone (TSH). TSH dibuat oleh kelenjar hipofisis, kelenjar seukuran kacang yang terletak di otak. Ketika kadar hormon tiroid dalam darah rendah, rilis hipofisis lebih TSH. Ketika kadar hormon tiroid yang tinggi, kelenjar di bawah otak merespon dengan menjatuhkan produksi TSH.
Menggambar kepala dan leher yang menunjukkan tiroid dan kelenjar pituitari, dengan panah diagram aliran hormon TSH, T3, dan T4 antara dua kelenjar. Produksi kelenjar tiroid dari hormon tiroid (T3 dan T4) dipicu oleh thyroid-stimulating hormone (TSH), yang dibuat oleh kelenjar pituitari.
Penyakit Hashimoto adalah gangguan autoimun, yang berarti sistem kekebalan tubuh menyerang sel sendiri yang sehat dan jaringan. Pada penyakit Hashimoto, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi yang menyerang sel-sel dalam tiroid dan mengganggu kemampuan mereka untuk menghasilkan hormon tiroid. Sejumlah besar sel darah putih yang disebut limfosit terakumulasi dalam tiroid. Limfosit membuat antibodi yang mendorong proses autoimun.

a.      Faktor Genetik
Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respons imun seperti major histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO = thyroid peroxidase, transporter iodium, TSHR = TSH Receptor. Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu : CD40, CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), HLA-DR, protein tyrosinephosphatase-22, thyroglobulin, dan TSHR. CD40, anggota TNF-R receptor berperan penting dalam aktivasi sel B, menginduksi proliferasi sel B dan sekresi antibodi. Pada penyakit Graves terjadi up-regulation ekspresi CD40 di kelenjar tiroid; CD40 merupakan gen yang suseptibel untuk penyakit Graves, yang diekspresikan dan fungsional di tirosit (Ridgway et al, 2007). Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptida antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada APC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD40), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen. CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain, tidak hanya pada penyakit Graves. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, dan pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis (Tomer et al, 2003).
Pada ras Kaukasus penyakit Graves berasosiasi dengan HLA-B8. Kemudian diketahui bahwa asosiasinya lebih kuat dengan HLA-DR3 yang mempunyai linkage disequilibrium dengan HLA-B8. Pada bangsa Jepang terdapat asosiasi dengan HLA-B35, pada bangsa Cina dengan HLA-Bw46, dan pada keturunan Afrika-Amerika dengan HLA DRB3*0202 (Tomer et al, 2003). Berbeda dengan penyakit Graves, asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering kontroversial. Spektrum klinik tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi antitiroid dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina (Tomer et al, 2003).
b.      Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, di antaranya : berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteria. Di samping itu penggunaan obatobat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid (Prummel et al, 2004).
Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu seperti penyakit jantung khronik; kekurangan makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari (Prummel et al, 2004).
Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipo- dan hiper-tiroidi. Hipotiroidi lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroidi atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroidi (efek Jod-Basedow). Pada kedua fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI (Prummel et al, 2004).
Selenium merupakan trace element yang esensial untuk síntesis selenocysteine, yang juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun; defisiensi selenium akan menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie, mungkin karena limfosit T memerlukan selenium. Di samping itu, selenium merupakan pula suatu antioksidan dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid, karena dua enzim yaitu selenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan dalam produksi hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate). Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug (peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada penderita hipotiroidi subklinik akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa mempengaruhi status hormon tiroid (Prummel et al, 2004). Penyakit autoimun yang organ specific jauh lebih sering ditemukan pada wanita. Penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto 5-10 kali lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pada pria. Alasannya belum jelas, tapi faktor genetik termasuk faktor hormonal pasti berperan  (Prummel et al, 2004).
Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves.
Suatu penelitian prospektif melaporkan ada 4 kelompok kepribadian (hypochondria, depression, paranoia, dan mental fatigue) yang terkait dengan tingkat kekambuhan penyakit Graves setelah pengobatan antitiroid; kehidupan yang penuh ketegangan (stress) berkorelasi dengan titer antibodi anti-TSH (TRAb). Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress (Prummel et al, 2004).
Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI. Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan Iodium radioaktif. Merokok juga akan menurunkan kemangkusan radioterapi dan pengobatan oftalmopatia dengan kortikosteroid (Prummel et al, 2004). Pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik (asymptomatic autoimmune thyroid disease).


















2.6  PATOFLOW

         Inflamasi kelenjar tiroid


 
Tiroiditi


 


Tiroiditis akut                     Tiroiditis subakut              
     
                                                                                 Tubuh melawan reaksi autoimun







Text Box: Tiroid Hashimoto

 
                                                                                         Membentuk antibodi
                                                                                          dari kelenjar tiroid

    Pembelasaran kelenjar tiroid                         Pengobatan terhadap hipitiroidisme







 


    Genetik                                            Lingkungan







 


 CD4                   Rusaknya                                                   Kerusakan yodium
                           daerah kelenjar                
Meningkatkan                                                        Kerusakan kelenjar tiroid akibat
suspeptibilitas                                                           radiasi (infeksi virus,bakteri)
terhadap PTAI                                                            
                           

Tidak teraturnya     Penurunan fungsi             Inflamasi                 Kurangnya tiroid informasidenyut       gastrointestinal          Bakteri, kuman                  
jantung hashimoto   dari otak (BPU)
                          
                              
Text Box: Nganguan eliminasi BAB (konstipasi) Takikardia                                                         Eferen                  Koping individu
                                                                                                     tidak efektif                                               
                                                                                            





Text Box: Pola nafas tidak efektif
Text Box: nyeri

 
Text Box: Ansietas                                                                                                     
                                                                                         
                                                       MK : Gangguan integrasi kulit
                                                                                                     
                                                        Resiko infeksi (tanda infeksi panas 42oC)
                         


Text Box: Kulit pucat
 


2.7    Manefestasi klinis
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala yang unik. Penyakit biasanya berkembang perlahan-lahan selama beberapa tahun dan menyebabkan kerusakan tiroid kronis yang mengakibatkan penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda-tanda dan gejala terutama orang-orang dari kelenjar tiroid kurang aktif (hipotiroidisme).
Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas. 
Tanda dan gejala tersebut meliputi:
·         Kelelahan dan kelesuan
·         Sembelit (konstipasi)
·         Wajah bengkak
·         Suara parau
·         Nyeri otot, kelembutan dan kekakuan, terutama di bahu dan pinggul
·         Kulit pucat, kulit kering
·         Depresi, gelisah atau cemas
·         Detak jantung cepat


2.8    komplikasi
1.      Hipotiroidisme & Hipertiroidisme
2.      Kerusakan pita suara (bisu)
3.      DM tipe 1
4.      Penyakit Addison
5.      Leukemia
6.      Sklerosis multiple
7.      Kanker gastrik



2.9    pemeriksaan dianostik
1.      T4 Serum
2.      T3 Serum
3.      Tes THS
4.      Tiroglobulin
5.      Ambilan iodium radioaktif
6.      Pemindai radio atau pemindai skintilasi tiroid
7.      Implikasi tes tiroid dalam keperawatan
8.      Tes fungsi tiroid berfungsi menegakkan diagnosa :
o   Mengukur kadar kolesterol
o   EKG
o   Alanin transminase (LT) dan SGPT
o   LDH
o   USG
o   CT-Scan
o   MRI

2.10 Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan  Laboratorium
Pada keadaan timbulnya gejala-gejala subyektif dan temuan dalam pemeriksaan fisik maka pemeriksaan serum TSH dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan TSH merupakan suatu tes yang sensitif untuk mengetahui fungsi thyroid. Biasanya ditemukan kadar TSH meningkat, sedangkan  kadar T4 total atau T4 bebas rendah.(6) Sedangkan kadar serum total T3 dan T3 bebas tidak akan menurun hingga ada kerusakan lebih lanjut, karena terjadinya peningkatan konsentrasi serum thyrotropin menstimulasi thyroid untuk melepaskan T3.(10) Pada saat total T4 lebih banyak ditemukan daripada T4 bebas, T3 resin uptake dapat membantu untuk mengkoreksi kadar protein binding antara T4 total dan T3, terutama bila ada kadar abnormalitas dari TBG. Bila kedua serum TSH dan T4 kadarnya rendah hal ini memperkuat adanya keadaan hipothyroidisme, begitu pula bila kadar T3 lebih rendah dibawah kadar normal maka gejala-gejala dan tanda-tanda hypothyroidisme akan muncul. Ditemukannya autoantibodi thyroid yaitu anti –TPO dan antibodi anti-Tg memperkuat adanya penyakit thyroiditis Hashimoto.
b.    Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pemeriksaan USG biasanya tidak diperlukan dalam menegakkan diagnosa thyroiditis Hashimoto, tetapi berguna untuk memperkirakan ukuran thyroid dan ekstensi retrosternal dan untuk mengevaluasi bentuk dari nodul jika ada. Alat USG digunakan untuk menentukan nodul itu kistik atau solid dan mungkin bermanfaat untuk pemeriksaan Fine-needle aspiration dari nodul berukuran kecil pada saat ada indikasi dan penderita dalam keadaan bentuk anatomi leher yang berubah. Diagnosa pasti untuk menentukan jinak dan ganasnya lesi daripada thyroid hanya dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan sitologi atau histologi dari jaringan thyroid.
Iodium uptake dan scan biasanya tidak diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosa thyroiditis Hashimoto ( biasanya uptake iodium mungkin meningkat sementara pada pasien thyroiditis Hashimoto dengan intake iodium dari makanannya rendah karena efek dari peningkatan kadar TSH). Pemeriksaan T4 dan T3 berguna untuk membedakan antara thyroiditis hashimoto dan penyakit Grave jika ada hipertiroidisme sekunder. Pada pasien dengan nodul yang jelas uptake iodium dan scan mungkin berguna untuk mengklasifikasi nodul tersebut nodul panas atau dingin, tetapi kadar TSH biasanya adekuat untuk mengetahui status fungsional dari thyroid.
c.       Pemeriksaan lain nya
Pemeriksaan dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum dilakukan ketika dijumpai adanya nodul-nodul yang berkembang/membesar dengan cepat atau ketika ukuran dari thyroid meningkat dengan cepat untuk menentukan keganasan atau adanya thyroid lymphoma.
Thyroiditis Hashimoto merupakan diagnosa histologi. Biasanya tampak kelenjar thyroid memperlihatkan adanya infiltrasi limfosit yang difuse dan infiltrasi sel plasma dengan bentuk folikel limfoid berasal dari hiperplasia folikular dan kerusakan hingga dasar membran dari folikel. Adanya suatu atrofi dari parenkim merupakan suatu bukti. Hubungan antara adanya autoantibodi thyroid yang dinamakan anti-TPO dan anti_Tg sangant membantu dalam menentukan diagnosa. Pemeriksaan penunjang yang tidak perlu dilakukan secara rutin dalam menegakkan diagnosa dan untuk mengevaluasi keadaan pasien yaitu:

·      CBC count
·      Pemeriksaan profil lipid total dan fraksi lipid
·      Panel metabolisme basal
·      Kreatin kinase
·      Prolaktin
·      Rontgent dada
·      ECG

Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3. Peningkatan kadar  T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.
2.11 Penatalaksanaan Medis
Jika penyakit hashimoto dengan goiter tiroid, atau menyebabkan hormon tiroid, penderita memerlukan penggantian hormon tiroid yang bertujuanmengatasi desfisiensi tiroid serta mengecilkan ukuran nodul goiter. Pengobatan dengan penggunaan sehari-hari dari hormon sintesis seperti levotiroksin (levothroid, syhintroid). Levotiroksin sintesis identik dengan tiroksi, versi alamiah hormon tiroid ini dibuat oleh kelenjar tiroid.
Kadang tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimtomatik. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, sebaiknya operasi ini di tunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil dengan sejalannya waktu. Pemberian tiroksin dapat memepercepat hal tersebut. Disamping itu juga tiroksin dapat diberikan pada keadaan hipotiroidisme.
Pada pasien usia tua, dosis yang dimulai dengan yang rendah dan ditingkatkan secara bertahap. Aksi hormon sangat lambat pada tubuh, sehingga pengobatan diperlukan waktu beberapa bulansambil melihat perkembangan gejalaatau ukuran goiter.  Karena secara umum gejala hipotiroid pada penyakit tiroid ini bersifat menetap, maka kadang dibutuhkan pengobatan seumur hidup dengan dosisyang disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai keadaan individual pasien.
Dosis yang tidak adekuat akan mengakibatkan bertambah besarnya goiter, dan gejala hipotiroid terus menerus. Kondisi ini dihubungka juga dengan peningkatan kolestrol serum, peningkatan resikoatherosklerosis dan penyakit jantung. Sedangkan apabila dosis berlebihan, dapat menimbulkan gejala hipertiroid yang dapat mengakibatkan kerja jantung yang berlebihan dan meningkatkan resiko osteoporosis.
Bila terjadi hipertiroidisme dapat diberikan obat anti-tiroid. Pemberian gulkokortikoiddapat menyebabkan regresistruma dan mengurangititer antibodi. Tetapi mengingat efek samping dan kenyataan bahwa aktivitas penyakitdapat kambuh kembali sesudah pengobatan dihentikan, maka pemakaian obat golongan ini tidak dianjurkan pada keadaan biasa.
2.12 Pengobatan
Pengobatan untuk penyakit Hashimoto dapat mencakup pengamatan dan penggunaan obat-obatan. Jika penyakit Hashimoto menyebabkan kekurangan hormon tiroid, penderita mungkin memerlukan terapi penggantian hormon tiroid. Hal ini biasanya melibatkan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis levothyroxine (levothroid, Levoxyl, Synthroid). Levothyroxine sintetis identik dengan tiroksin, versi alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid. Obat telan mengembalikan kadar hormon yang memadai dan membalikkan semua gejala hipotiroidisme.
2.1 Pencegahan
            Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade hormon tiroid atau beta-adrenergik. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    pengkajian
Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala yang berkaitan dengan percepatan metabolisme. Hal ini mencakup keluhan keluarga dan pasien tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.Penting juga untuk menentukan dampak dari perubahan ini yang telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga, teman, dan rekan kerja.Riwayatnya meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk menghadapi stres.
            Status nutrisi dan adanya gejala dikaji. Kekambuhan gejala berkaitan dengan output sistem saraf  berlebihan dan perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh karena kemungkinan adanya perubahan emosi yang berkaitan dengan hipertiroid, status emosi dan psikologi pasien dievaluasi. Keluarga pasien mungkin memberikan informasi
tentang perubahan terakhir dalam status emosi pasien.
1.      Data Subjektif
            Hipersekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat pada kemampuan pasien untuk berfungsi, begitu pula pada proses-proses fisiologis.Perawat mengumpulkan data dari pasien atau anggota keluarganya mengenai keadaan yang lalu dan keadaan sekarang : Tingkat energi, kemampuan suasana hati dan mental,Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari, Kemampuan mengatasi stress, Intoleransi terhadap panas atau dingin, Asupan makanan, Pola eliminasi.
            Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien atau keluarganya mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai perawatan yang diperlukan oleh pasien.

2.      Data Objektif
            Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien : status mental (kemampuan mengikuti pengarahan),status gizi, status kardiovaskular, karakteristik tubuh, penampilan dan tektur kulit, penampilan mata dan gerakan ekstraokuler, adanya edema serta lokasinya, penampilan leher dan gerakannya, lingkaran perut, ekstremitas.

3.      Pemeriksaan Diagnostik
            Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.
            Peningkatan kadar  T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.
4.      Dasar Data Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
            Gejala : insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan otot.
            Tanda : atrofi otot.
b.      Sirkulasi
            Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina).
            Tanda : disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tiroksikosisi).
c.       Eliminasi
            Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
d.      Integritas ego
            Gejala : mengalami stres yang berat (emosional, fisik)
            Tanda : emosi labil 9euforia sedang sampai delirium), depresi.
e.       Makanan & cairan
            Gejala : kehilangan berat badan mendadak, napsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual, muntah.
            Tanda : pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.
f.       Neurosensori
   Tanda : bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).
g.      Nyeri/kenyamanan
            Gejala : nyeri orbital, fotofobia.
h.      Pernapasan
   Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
i.        Keamanan
            Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap   iodium (mungkin digunakan saat pemeriksaan).
            Tanda : suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit halus, hangat dan kemerahan
Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yag menjadi sagat parah.
j.        Seksualitas
            Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.

3.2    diagnosa keperawatan
  Setelah melakukan pengkajian baik dari riwayat dan pemeriksaan kesehatan (data subjektif, data objektif, pemeriksaan diagnostik dan dasar data pengkajian), maka dapat dilakuakan diagnosa keperawatan antara lain :
1)      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2)      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3)      Perubahan nutirsi kurang dari keb.tubuh  berhubungan  dengan proses penyakit

3.3    intervensi
Dari diagnosa keperawatan yang telah diambil maka dapat melakukan intervensi atau merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya berdasarkan tujuan dan kriteria hasil diagnosa secara rasional.
1.    Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
Untuk mendapatkan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria Hasil   : Nyeri dapat berkurang,skala 0-2,tidak ada tanda-tanda kesakitan.
Intervensi
Rasional
-          Kaji lokasi dan skala nyeri

-          Ajarkan manajemen nyeri ,  teknik napas dalam,& imajinasi
-          Pantau  kondisi pasien tiap 2 jam


-          Kolaburasi untuk pemberian analgetik
-        Untuk mengetahui  lokasi dan berapa skala
-        Untuk mengatasi rasa nyeri yang dialami,
-        Untuk mengetahui kondisi  pasien dan mencegah  terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan
-        Dapat membantu mengurangi rasa nyeri

2.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Menurunkan suhu kembali normal.
Kriteria Hasil   : Suhu tubuh kembali normal (36.5-37.5 0 C), tidak ada tanda dehidrasi dan mukosa bibir menjadi lembab.

Intervensi
Rasional
-       Berikan  kompres  panas pada ketiak

-       Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang dapat menyerap keringat

-       Monitoring  

-       Kolaburasi untuk pemberian obat
-        Dapat membantu proses penurunan panas yang dialami pasien
-        Karena kondisi tubuh yang lembab memicu pertumbuhan jamur sehingga beresiko menimbulkan komplikasi
-        Sebagai indikator untuk mengetahui perkembangan hipertermi
-        Membantu menuunkan  suhu tubuh  pasien

3.    Perubahan nutirsi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan  dengan proses penyakit
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil   : Mukosa bibir menjadi lemba, porsi makan kembali normal, berat badan normal,pemeriksaan laboratorium normal dan tidak menunjukan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
Rasional
-       Awasi pemasukan diet,berikan makan sedikit tapi sering
-       Berikan perawatan mulut sebelum makan
-       Anjurkan klien makan dalam posisi duduk tegak
-       Kolaburasi dengan tim gizi
-       Untuk menghindari mual dan muntah  dan memenuhi keb.nutrisi pasien
-       Untuk menghilangkan rasa tidak enak

-       Untuk mencegah tersedak

-       Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

3.4  Implementasi
Setelah intervensi yang dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil diagnosa secara rasional, maka seorang perawat dapat langsung melakukan tindakan yang telah di rencakan antara lain :
·      Jika kondisi pasien mengalami nyeri
1)      Mengkaji lokasi dan skala nyeri untuk mengetahui lokasi dan berapa skla nyeri yg di alami
2)      Mengajarkan manajemen nyeri, teknik napas dalam dan imajinasi untuk mengatasi nyeri yang di alami
3)      Memantau  kondisi pasien tiap 2 jam untuk mengetahui kondisi  pasien dan mencegah  terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan
4)      Memberikan obat analgetik dengan berkolaborasi dengan tim medis lainnya untuk membantu mengurangi rasa nyeri pada pasien
·      Jika kondisi pasien mengalami hipertemi
1)   Memberikan  kompres  panas pada ketiak untuk membantu proses penurunan panas yang dialami pasien
2)   Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang dapat menyerap keringat karena kondisi tubuh yang lembab memicu pertumbuhan jamur sehingga beresiko menimbulkan komplikasi
3)   Memonitoring v/s sebagai indicator untuk mengetahui perkembangan hipertermi
4)   Memberikan obat dengan berkolaborasi dengan tim medis lainnya untuk membantu menuunkan  suhu tubuh  pasien
·      Jika kondisi pasien mengalami perubahan nutirsi kurang dari kebutuhan tubuh  yang berhubungan  dengan proses penyakit tersebut :
1)        Mengawasi pemasukan diet dengan memberikan makanan sedikit tapi sering untuk menghindari mual dan muntah  dan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2)        Memberikan perawatan mulut sebelum makan untuk menghilangkan rasa tidak enak
3)        Menganjurkan pasien makan dalam posisi duduk tegak untuk mencegah agar tidak tersedak saat pasien makan
4)        Memberikan obat dengan berkolaborasi dengan tim ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3.5  Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
Dx 1:
·         Nyeri berkurang berkisar antara skala 0-2
·         Tidak ada tanda-tanda kesakitan
Dx 2:
·         Suhu tubuh normal (36.5-37.5 0 C)
·         Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Dx 3:
·         Mukosa bibir menjadi lembab
·         Porsi makan kembali normal
·         Berat badan menjadi normal kembali
·         Pemeriksaan lab.normal dan tidak menunjukan tanda-tanda malnutrisi.


BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak  dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid
Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan dalam fungsi tiroid.
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid.Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid.
Penyebab dari penyakit tiroid autoimun masih belum diketahui. Banyak ahli berpikir bahwa virus atau bakteri memicu berkembangnya penyakit ini. Faktor genetika juga dituduh sebagai penyebab tiroiditis Hashimoto. Orang yang memiliki riwayat keluarga diabetes tipe 1 atau penyakit celiac cenderung mengembangkan tiroiditis Hashimoto. Ada berbagai faktor lainnya seperti umur dan jenis kelamin yang mampu memperbesar risiko
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor   penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid. Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.

4.2 Saran
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai salah satu tenaga kesehatan yaitu seorang perawat diharapkan dapat memahami terjadinya proses perjalanan timbulnya penyakit tiroid hashimoto baik dari etiologi maupun patofiologi dalam patoflow serta bagaimana mengdiagnosis tiroid hashimoto dan bagaimana penanganannya sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus ini kita dapat memberikan penanganan yang tepat pada penderita berdasarkan ilmu asuhan keperawatan yang telah kita pelajari


























DAFTAR PUSTAKA

1.      Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI.
2.      Tomer Y, Davies TF. Searching for the autoimmune disease susceptibility genes : from gene mapping to gene function. Endocrine Rev.2003;24(5):694-717.
3.      Chen HI, Akpolat I, et al. Restricted κ/λ ight chain ratio by flow cytometry in germinal center b cells in hashimoto thyroiditis. Am J Clin Pathol. 2006;125:42-48
4.      Campbell PN, Doniach D, Hudson RV, Roitt IM. Autoantibodies in Hashimoto’ s disease (lymphadenoid goiter). Lancet 1956;271(6947):820-821.
5.      Hashimoto’s Thyroiditis. www.thyroidawareness.com
6    www.emedicine/Hashimoto Thyroiditis.com
8.      www. nejm/Chronic Autoimmune Thyroiditis.com
11.  www. medicalencyclopedia/Chronic Thyroiditis.com