Sabtu, 14 September 2013

alzhaimer

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Alzheimer’s Disease (AD) atau penyakit alzheimer. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang psychiatrist and neuropathologist dari Jerman, Dr. Alois Alzheimer, pada tahun 1906 dan dinamakan sesuai namanya yaitu penyakit Alzheimer atau singkatnya Alzheimer’s. Disebutkan juga sebagai Senile Dementia of the Alzheimer Type (SDAT)
Penyakit Alzheimer merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang kompleks dan progresif. Penyakit Alzheimer bukannya sejenis penyakit menular. Penyakit Alzheimer adalah keadaan di mana daya ingatan seseorang merosot dengan parahnya sehingga pengidapnya tidak mampu mengurus diri sendiri.
Hingga kini, sumber sebenarnya penyakit alzheimer tidak diketahui. Tetapi, penyakit alzheimer bukanlah disebabkan hanya faktor penuaan. Umur menjadi salah satu factor dan risikonya berlipat dua setiap lima tahun setelah usia 65 tahun. Bagaimanapun, ilmuwan berpendapat, penyakit alzheimer terkait dengan pembentukan dan perubahan pada sel-sel saraf yang normal menjadi serat. Hasil bedah pengamatan, Alzheimer mendapati Syaraf otak tersebut bukan saja mengecut, malah dipenuhi dengan gumpalan protein yang luar biasa yang disebut plak amiloid dan serat yang berbelit-belit (neuro fibrillary).
Publikasi mengenai penyakit Alzheimer masih rendah dan banyak orang tidak mengetahui tentang penyakit ini sampai dipublikasikan secara terbuka sendiri oleh bekas Presiden Amerika Serikat yang ke-40, Ronald Reagan dalam suratnya tertanggal 5 November 1994
Diperkirakan bahwa pada sekitar tahun 1950-an kira-kira 2,5 juta penduduk dunia mengidap penyakit ini. Diperkirakan sekitar 26.6 juta orang di dunia mengidap penyakit alzheimer pada tahun 2006, dan menjadi empat kali lipat pada tahun 2050. Peningkatan ini, ada kaitannya dengan semakin banyak penduduk dunia yang berusia lanjut , masa hidup wanita meningkat hingga umur 80 tahun dan 75 tahun bagi lelaki. Selain itu, penjagaan kesehatan yang lebih baik, tingkat perkawinan menurun, perceraian bertambah dan mereka yang kawin tetapi tidak banyak anak.
Penyakit Alzheimer sukar dideteksi sebab banyak yang beranggapan orang tua pelupa, adalah sesuatu yang lazim karena faktor usia. Padahal itu mungkin tanda-tanda awal seseorang itu mengidap penyakit Alzheimer. Orang yang terkena penyakit ini dapat menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya.
Meskipun setiap penderita mengalami penyakit alzheimer dalam cara yang unik, ada banyak gejala umum. Gejala awal yang tampak seringkali dianggap keliru sebagai hal yang berhubungan dengan usia atau manifestasi dari stress. Pada tahap awal, gejala paling sering ditemui adalah hilangnya memori, seperti kesulitan dalam mengingat fakta-fakta yang baru saja terjadi. Ketika seorang dokter mengetahui seseorang diduga menderita penyakit alzheimer, diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan tes-tes penilaian perilaku dan kognitif, diikuti oleh scan otak jika tersedia. Seiring memburuknya gejala penyakit tersebut, termasuk gejala kebingungan, lekas marah dan agresi , mood yang gampang berubah, gangguan bahasa, kehilangan memori jangka panjang, dan kemampuan indera yang semakin merosot . Secara bertahap, fungsi-fungsi tubuh hilang, yang akhirnya mati. Sulit untuk memperkirkan prognosa individual, karena lamanya penyakit alzheimer bervariasi. Penyakit Alzheimer berkembang untuk jangka waktu tertentu sebelum menjadi benar-benar nyata, dan dapat berlangsung selama bertahun-tahun tanpa terdiagnosa. Rata-rata harapan hidup setelah terdiagnosa sekitar tujuh tahun. Kurang dari tiga persen dari individu-individu hidup lebih dari empat belas tahun setelah diagnosa.
Karena penyakit alzheimer tidak dapat disembuhkan dan bersifat degenerative, manajemen pasien sangat penting. Peran utama penjaga sering dilakukan oleh pasangan atau keluarga dekat.




1.2       Tujuan
1.        Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai pengertian penyakit Alzheimer.
2.        Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyebab penyakit Alzheimer.
3.        Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai cara pencegahan dan pengobatan penyakit Alzheimer.




















BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Definisi
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ).  Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh  yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006).
Nama penyakit Alzheimer berasal dari nama Dr. Alois Alzheimer, dokter berkebangsaan Jerman yang pertama kali menemukan penyakit ini pada tahun 1906. Dr. Alzheimer memperhatikan adanya perubahan jaringan otak pada wanita yang meninggal akibat gangguan mental yang belum pernah ditemui sebelumnya.  Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.


2.2 Anatomi Fisiologi
            Alzheimer termasuk dalam bentuk dari Dementia. Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneratif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir dan tingkah laku. Perubahan otak pada AD melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hipothalamus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intrakarnial.
Gangguan ini akhirnya menyebabkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi, kahilangan kontak dengan sel-sel saraf lainnya, dan mati. Pada awalnya AD merusak saraf-saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya pada hipokampus dan struktur yang berhubungan dengannya. Cepatnya kemunduran fungsi sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang lain.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.


Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a.       Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
1.    Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
2.    Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
3.    Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
4.    Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
5.    tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.
b.      Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
1.    Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
2.    Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
3.    Mengalami gangguan tidur
4.    Keluyuran
5.    Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)
c.       Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
1.   Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
2.   Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
3.   Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
 




2.3 etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

2.4 manifestasi klinis
Beberapa gejala-gejala tentang Alzheimer, meliputi:
  • Gangguan memori dan berpikir, yaitu penderita penyakit Alzheimer kesulitan mengingat informasi baru. Pada tahap akhir penyakit, memori jangka panjang menghilang, dan penderita penyakit Alzheimer tidak dapat mengingat informasi pribadi, seperti tempat tanggal lahir, pekerjaan, atau nama-nama anggota keluarga dekat.
  • Kebingungan. Penderita penyakit Alzheimer dapat tersesat ketika keluar rumah sendirian dan kadang tidak dapat mengingat dimana dia atau bagaimana dia bisa sampai disana.
  • Lupa tempat menyimpan sesuatu, seperti kacamata, kunci, dompet, dll.
  • Berpikir Abstrak. Penderita penyakit Alzheimer merasa tugas kantor atau studi-nya lebih sulit dikerjakan daripada biasanya.
  • Kesulitan mengerjakan kebiasaan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian, dll.
  • Perubahan kepribadian dan perilaku penderita penyakit Alzheimer. Menjadi mudah marah, tersinggung, gelisah, atau jadi pendiam. Kadang-kadang, menjadi bingung, paranoid, atau ketakutan.
  • Penilaian yang buruk, seperti meninggalkan rumah pada malam hari yang dingin tanpa jaket atau sepatu, atau bisa pergi ke toko memakai baju tidur.
  • Ketidak mampuan penderita penyakit Alzheimer untuk mengikuti petunjuk.
  • Adanya masalah dengan bahasa dan komunikasi, seperti tidak dapat mengingat kata-kata, nama benda-benda, atau memahami arti kata-kata umum.
  • Memburuknya kemampuan visual dan spasial, seperti menilai bentuk dan ukuran suatu benda.
  • Kehilangan motivasi atau inisiatif.
  • Kehilangan pola tidur normal.
2.5 patofisiologi
                   Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.  Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu  tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”.  Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan  komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.  Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan  radikal bebas sehingga mengganggu hubungan  intraseluler dan menurunkan  respon  pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak










Faktor Predisposisi: virus lambat, proses autoimun, keracunan aluminium, dan genetik.
2.6  Patoflow 


3. Perubahan Pola Eliminasi.
Penurunan metabolisme dan aliran darah kortes parietalis superior.
Degenerasi neuron kolinergik
Kekusutan neurofibrilaris yang difus
Terjadi plak senilis
Asetillkolin       pada otak
Dimensia  
Kelainan neurotransmiter
Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala
Hilangnya sarat saraf kolinergik di korteks serebrum

4. Perubahan Proses Pikir.
5. Koping Tidak Efektif.
6. Perubahan Persepsi Sensori.
7. Perubahan Pola Tidur.
Tingkah laku aneh dan kacau, dan cenderung mengembara.
Mempunyai dorongan melakukan kekerasan.
2. Perubahan Nutrisi, Kurang dari Kebutuhan Tubuh.

Perubahan kemampuan merawat diri sendiri.
1.    Resiko Tinggi Trauma.
 










































2.7 pemeriksaan diagnostik
Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.

d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2.8 pemeriksaan penunjang
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan pemeriksaan penunjang  sebagai berikut:
2.8.1    CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.CT Scan dilakukan untuk Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Dan mengetahui adanya Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. MRI dilakukan untuk menhgetahui peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus
2.8.2      EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.


2.8.3    PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan, penuruan aliran darah, metabolisme O2, glukosa didaerah serebral.
 2.8.4    SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

2.9  penatalaksanaan
penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin.
Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
2.10 Pencegahan
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang  berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

2.11 Komplikasi
1.      Kehilangan keampuan untuk berfungsi atau peduli diri sendiri
2.      Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
3.      Kurang gizi dan dihedrasi
4.      Prilaku melukai dan membayakan  diri sendiri dan orang lain









BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    pengkajian
A.                indentitas pasien
Identitas Klien                                    : Tn . S
Sumber informasi                    : keluarga
Tempat/tanggal lahir               : palembang , 08 agustus 1951
Umur                                       : 62 tahun
Agama                                     : islam
Jenis kelamin                           : laki-laki
Pekerjaan                                 : buruh
Diagnosa medis                       : alzhaimer

3.2    Pemeriksaan Fisik
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien
1.                  Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme.Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,hipotensi,dan penurunan frekuensi pernapasan.
a.    B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1)    Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2)    Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3)    Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4)    Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b.    B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c.    B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1)    Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
2)    Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3)    Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4)    Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a)    Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
b)    Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c)  Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d)  Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e)  Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f)  Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
h)  Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i)  Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
5)    Pengkajian sistem Motorik
a)    Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
b)    Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
c)    Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
6)    Pengkajian Sistem sensorik.
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
d.    B4 (Bladder)
Beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya.Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan
e.    B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif konstipasi
f.    B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari









3.3    Diagnosa
1.      risiko trauma  berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
2.      Resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat, perubahan proses pikir
3.      Perubahan pola eliminasi b/d ketidak mampuan menentukan letak kamar mandi/ mengenali kebutuhan
4.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan  degenerasi neuron irreversible
5.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
6.      Perubahan persepsi sensori  b/d perubahan resepsi, transmisi dan/atau integritas sensori
7.      Perubahan pola tidur b/d perubahan pada sensori

3.4    Intervensi Dan Rasional

DX 1 : risiko trauma  berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
Tujuan : pasien tidak mengalami trauma kembali
Kritiria hasil :1. pasien mampu mengenali diri sendiri
No
DX
Intervensi
Rasional
1
1
1.    Kaji derajat kemampuan munculnya tingkah laku yang membahayakan
2.     Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam  lingkungan
3.    Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya


4.    Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau  kebutuhan individu


5.    Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat ,misalnya seperti tanda hipotensi ortostatik,    gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal

6.    Hindari penggunan restrain secara terus menerus.

7.    Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut   

1.    Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan yang membahayakan
2.    bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar
3.    Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.

4.    Perlambatan proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa kedinginan.
5.    Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah  menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin diperlukan untuk mengurangi gangguan.
6.    Membahayan individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial.
7.    Dapat meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang)









DX 2: Resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat, perubahan proses pikir
Tujuan : kebutuhan pasien terpenuhi
Krateria hasil : mengerti pentingnya nutrsi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratarium
No
DX
Intervensi
Rasional
2
2
1. Evaluasi kemampuan makan klien
2. Observasi BB jika memungkinkan
3. Menejemen mencapai kemampuan menelan
a.       Makanaan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan
b.      Klien dianjurkan untuk menelan secara berurutan
c.       Klien diajarkan untuk meletakna makanan diatas lidah menutup bibir dan gigi serta menelan
d.      Klien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian kesisi yang lain.
e.       Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu
f.       Berikan makanan kecil dan lunak
1. Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan BB mereka. Mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Klien berresiko terjadi aspirasi akibat penurunan refleks batuk

2. Tanda kehilangan BB (7-10%) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinnya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator


3. Meningkatkan kemampuan klien dalam menelan dan dapat membantu pemenuhan nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan dan mencegah gangguan pada lambung


DX 3: Perubahan pola eliminasi b/d ketidak mampuan menentukan letak kamar mandi/ mengenali kebutuhan
Tujuan : dapat mengenali keadaan sekitar
Kreteria hasil: pasien dapat mengenali kebutuhan diri sendiri
No
DX
Intervensi
Rasional
3
3
1.      Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang

2.      letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buat tanda tertentu/pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari.
3.      Buat program latiha defekasi/kandung kemih. Tingkatkan parttisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
4.      Hindari perasaan yang diburu-buru .

1.      Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin memerlukan pengkajian/intervensi
2.      Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih/defekasi.
3.      Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan
4.      Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan.




DX 4: Perubahan proses pikir berhubungan dengan  degenerasi neuron irreversible
Tujuan : gangguan proses pikir pasien tidak bertambah buruk  
Kreteria hasil : Klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
No
DX
Intervensi
Rasional
4
4
    1.    Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
2.    Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
3.    Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
4.    Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
5.    Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
1.    Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.

2.    Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
3.    Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.
4.    Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
5.    Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.








DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
Tujuan :     Pasien diharapkan mampu melakukan koping individu menjadi efektif   
Kreteria hasil : Pasien Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
No
DX
Intervensi
Rasional
5
5
1.        Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan

2.    Dukung kemampuan koping
3.    Beri dukungan psikologis secara menyeluruh



4.    Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin
5.    Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi   
1.    Menentukan bantuan  individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi

2.    Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit.
3.    Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
4.    Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
5.    Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

DX 6 : .      Perubahan persepsi sensori  b/d perubahan resepsi, transmisi dan/atau integritas sensori
Tujuan : memperbaiki resepsi, transmisi atau intergritasi
Kreteria hasil : pasien mengalami perbaikan persepsi sesori
No
DX
Intervensi
Rasional
6
6
1.      anjurkan untuk menggunakan kacamata, alat bantu pendengaran sesuai keperluan.
2.      Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika diperlukan seperti musik yang lembut, gambar/dinding cat sederhana.
3.      Tingkatkan keseimbangan fungsi fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan disertai musik

4.      Berikan sentuhan dalam cara perhatian


1.      Dapat meningkatkan masukan sensori, membatasi/menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi.
2.      Membantu untuk menghindari masukan sensori penglihatan/pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas yang tenang, konsisten


3.      Menjaga mobilitas (yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi atau osteoporosis pada tulang)dan memberikan kesempatan yang berguna untuk interksi dengan orang lain.
4.      Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri.






DX 7 : Perubahan pola tidur b/d perubahan pada sensori
Tujuan : pola tidur kembali efektif
Kreteria hasil : pasien mengatakan pola tidur kembali normal
No
DX
Intervensi
Rasional
7
7
1.      Hindari penggunaan “pengikatan” secara terus menerus
2.      Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
3.      Berikan makanan kecil sore harui, susu hangat, mandi dan masase punggung..
4.      Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak,anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari.

1.      Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
2.      Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
3.      Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
4.      Karena aktivitas fisik dan mentalyang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanps stimulasi berl;ebihan yang meningkatkan waktu tidur









3.5    Implementasi
1.      pasien tidak mengalami trauma lagi
2.      kebutuhan pasien terpenuhi
3.      pasien dapat kembali mengenali keadaan sekitar
4.      pasien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
5.      Pasien Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
6.      pasien mengalami perbaikan persepsi sesori
7.      pasien mengatakan pola tidur kembali normal
3.6    Evaluasi
DX 1 :   S : pasien mengatakan tidak mengalami trauma lagi
O : pasien tampak tidak trauma lagi
A : intervensi tercapai
P : -
DX 2 :   S : pasien mengatakan berat badan kembali normal
O : tamapak kebutuhan pasien telah terpenuhi
A : intervensi tercapai
P : -
DX 3 :   S : pasien mengatakan dapat mengenali keadaan sekitar
O: pasien tamapk kembali memenuhi kebutuhan diri sendiri
A: intervensi tercapai
P: -
DX 4 :   S : pasien mengatakan dapat kembali mengingat atau berfikir
O : pasien tampak kembali berfikir
A : intervensi tercapai
P : -
DX 5 :   S : pasien mengatakan dapat kembali bekomunikasi dengan keluarga
O : pasien tampak dapat brkomunikasi dengan baik
A : intervensi tercapai
P : -
DX 6 :   S  : pasien mengatakan persepsi sensori telah membaik
O : pasien tampak mengalami perubahan persepsi
A : intervensi tercapai
P :  -
DX 7 :   S : pasien mengatakan pola tidur kembali normal
O : pasien tamapk tidur dengan nyaman dan normal
A : intervensi tercapai
P : -






















BAB IV
KESIMPULAN

4.1 kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang.  Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang  berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

4.2    Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Albert, Marilynn. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta: MedPress.
Carpenito, L.J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Craft-Rosernberg, Martha dan Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan Definisi dan klasifikasi. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: EGC
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Pangkalan Ide. 2011. Health Secret of Tumeric (Kunyit). Jakarta: Alex Media Komputindo.
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses penyakit. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, dan Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan konsep proses dan Praktik, Vol. 2. Jakarta: EGC
Saunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Sharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda dan Orang yang Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006.  Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Yatim, Faisal. 2003. Pikun (Dimensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

2 komentar: