BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di
bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah
bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price, 1962:1213 )
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun
jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat
100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk
220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di
Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan
terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004)
tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas
(72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh
jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah
seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan
hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke
paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam
keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak
segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara
penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan
radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15–25 tahun ( pada usia pertumbuhan
). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15
tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi
pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki.
Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui.
Melihat jumlah kejadian diatas serta kondisi penyakit yang memerlukan
pendeteksian dan penanganan sejak dini, penulis tertarik untuk menulis makalah
“Asuhan Keperawatan Osteosarkoma”.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Untuk
memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus osteosarkoma.
1.2.2
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui pengertian dari osteosarkoma.
b.
Menjelaskan Etiologi dari osteosarkoma.
c.
Menjelaskan Manifestsi klinis dari osteosarkoma.
d.
Menjelaskan Patofisiologi dari osteosarkoma.
e.
Mengetahui Patoflow dari osteosarkoma.
f.
Menjelaskan Diagnosis dari osteosarkoma.
g.
Mengetahui Pemeriksa penunjang dari osteosarkoma.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
a.
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan osteosarkoma.
b.
Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang osteosarkoma.
1.3.2
Bagi Pasien
a.
Pasien mengetahui tentang osteosarkoma.
b.
Pasien mengetahui tentang penanganan osteosarkoma.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Konsep
Dasar Teori
2.1.1
Definisi
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah
tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong, 2003).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik)
merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai
dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas
tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali
berobat. ( Smeltzer, 2001).
Sarkoma
osteogenik (Osteosarkoma) merupakan
neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis
tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut. (Price, 1998)
2.1.2. Etiologi
Penyebab
dari osteommielitis yaitu :
1.
Staphylococcus aureus hemolitikus
(koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2.
Haemophylus influenza (50%) pada
anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organism yang lain seperti : bakteri coli,
salmonella thyposa dan sebagainya.
3.
Proses spesifik (M.Tuberculosa)
4.
Penyebaran hematogen dari pusat
infeksi jauh (tonsilitis, bisul atau jerawat, ISPA)
2.1.3.
Anatomi
Fisiologi
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi
alat-alat di dalam tubuh, pemben Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi
jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer
untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang
membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan posfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks
dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein
non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan
osteoklas.
a. Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi.Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian
maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ke tulang.
b. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis
tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi,
2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997).
2.1.4.
Patofisiologi
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling
sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan
menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa
virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi
ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma.
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai
tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada
jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai
barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase
secara hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan
sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan.
(Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa
tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan
mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian
metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas
humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa
sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen
jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa
yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini
memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya;
garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang
menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang
normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang
dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi
tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga
terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
2.1.5
Patoflow
Radiasi sinar radio aktif Herediter / Keturunan Virus Onkogenik
Kerusakan gen
Poliferasi sel
tulang
secara abnormal
Neoplasma
Pembengkakan lokal OSTEOSARCOMA Metastase
Hematogen
|
Didalam
tulang Dipermurkaan
Tulang lebih rapuh
tulang
Resiko fraktur
Jaringan
lunak Tumbuh sampai jaringan
|
dan tulang rawan sendi
Reaksi tulang normal Neoplasma tumbuh
kedalam sendi
Merangsang reseptor nyeri : BPH
Respon osteolitik Respon
osteblastik
(Pembentukan
tulang) Saraf afferent
Destruksi tulang
Penimbunan periosteum tulang Medula spinalis
Penghancuran tulang yang baru dekat tempat lesi
lokal terjadi Thalamus
Osteoporosis Terjadi pertumbuhan tulang Korteks serebri
yang
abortif
|
Fraktur Pembedahan penambahan
masa tulang
Tindakan amputasi
|
Cacat permanen
|
2.1.6
Manifestasi
Klinis
Manifestasi
klinis dari osteosarkoma adalah :
1.
Rasa sakit (nyeri)
-
Nyeri pada tulang yang terkena
(biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan
progresivitas penyakit)
-
Nyeri juga dapat di rasakan pada
saat melaksanakan aktifitas, misalnya saat mengangkat (jika tumor di tulang
lengan)
-
Nyeri pada ekstrimitas dapat
menyebabkan kekakuan
2.
Riwayat pembengkakan
-
Pembangkakan dapat ada atau
tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi, dimana jika tumornya besar,
dapat muncul sebagai pembengkakan.
-
Jika ada Pembengkakan, maka
pembangkakan tersebut pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas
-
Karena adanya gencetan dari tumor
ke pembuluh darah menyebabkan anggota distal tubuh menjadi keram atau mati rasa
3.
Tulang patah
-
Tulang yang terkena dampak tidak
sekuat tulang yang normal dan mungkin fraktur dengan trauma ringan (patah
tulang patologis) ataupun mungkin terjadi setelah apa yang tampaknya
seperti gerakan rutin
-
Fraktur patologis sangat jarang
terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi
fraktur patologis
-
Kaki dapat pincang jika lokasi
tumornya di kaki
4.
Pada lokasi tumor teraba
massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
5.
Gejala-gejala penyakit metastatik
akibat penyebaran tumor
-
Gejala metatastik meliputi nyeri
dada, batuk, demam, malaise atau keringat malam sangat jarang di jumpai.
-
Penyebaran tumor pada paru-paru
sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan
keterlibatan paru yang luas
-
Menurunnya berat badan, ini
biasanya tampak pada berbagai penyakit keganasan seperti kanker.
2.1.7. Komplikasi
1.
Akibat langsung : Patah tulang
2.
Akibat tidak langsung : Penurunan
berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
3.
Akibat pengobatan : Gangguan
saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi.
2.1.8. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
yang biasa dilakukan:
a.
Pemeriksaan radiologis menyatakan
adanya segitiga codman dan destruksi tulang.
b.
CT scan dada untuk melihat adanya
penyebaran ke paru-paru.
c.
Biopsi terbuka menentukan jenis
malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum, dan
lesi- lesi yang dicurigai.
d.
Skening tulang untuk melihat
penyebaran tumor.
e.
Pemeriksaan darah biasanya
menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
f.
MRI digunakan untuk menentukan
distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
g.
Scintigrafi untuk dapat dilakukan
mendeteksi adanya “skip lesion”, ( Rasjad. 2003).
2.1.9.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
Medis
a.
Pengangkatan
-
eksisi lokal
-
amputasi ektremitas di atas tumor
b.
Penghancuran
-
Radiasi
Bila tumor bersifat radiosensifit
-
Kemoterapi
Pre operatif, pasca operatif dan pencegahan
terjadinya mikrometastasis tulang secara berkelanjutan
c.
Terapi kombinasi
Terapi kombinasi yang dimasud adalah penanganan
awal dengan kemoterpidilanjutkan dengan pembedahan dengan tujuan memutus
pertumbukan mikrometastasis
d.
Terapi tambahan
-
fiksasi interna fraktur patologik
-
fiksasi interna profilaksis
e.
Pengobatan
-
kortikosteroid
-
diuretic
-
analgesic
-
antibotik
-
jika terjadi hiperkalsemia
(hidrasi dengan pemberian normal salin intravena)
-
fosfat
-
nitramisin
-
kalsitonin
2.
Penatalaksanaan keperawatan
a)
Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik
relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan
farmakologi (pemberian analgetika).
b)
Mengajarkan mekanisme koping yang
efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke
ahli psikologi atau rohaniawan.
c)
Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d)
Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan
tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan
luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).
2.2
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1
Pengkajian
a.
Identitas pasien
Nama, umur,
jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan lain-lain.
b.
Riwayat kesehatan
-
Pasien mengeluh nyeri pada daerah
tulang yang terkena.
-
Klien mengatakan susah untuk
beraktifitas/keterbatasan gerak
-
Mengungkapkan akan kecemasan akan
keadaannya
c.
Pengkajian fisik
-
Pada palpasi teraba massa pada
derah yang terkena.
-
Pembengkakan jaringan lunak yang
diakibatkan oleh tumor.
-
Pengkajian status neurovaskuler;
nyeri tekan
d.
Keterbatasan rentang gerak
e.
Hasil laboratorium/radiologi
-
Terdapat gambaran adanya
kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
-
Adanya gambaran sun ray spicules
atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
-
Terjadi peningkatan kadar alkali
posfatase.
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
proses patologik dan pembedahan (amputasi).
2.
Kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
3.
Kerusakan integritas kulit atau
jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang
lama.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan
fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
2.2.3
Intervensi
Dx-1: Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
(amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri hilang dan
terkontrol,
b. Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan
mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak memahami nyeri akut dan
metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala nyeri 0-2.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Catat dan kaji lokasi dan
intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
|
1. Untuk mengetahui respon dan
sejauh mana tingkat nyeri pasien.
|
Berikan tindakan kenyamanan
(contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
|
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
|
Berikan sokongan (support) pada
ektremitas yang luka.
|
Peningkatan vena return,
menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
|
Berikan lingkungan yang tenang.
|
Agar pasien dapat beristirahat
dan mencegah timbulnya stress.
|
Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
|
Untuk mengurangi rasa sakit /
nyeri.
|
Dx-2 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual,
program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan
keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan
tindakan beraktivitas,
d. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai
tingkat optimal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji tingkat immobilisasi yang
disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
|
1. Pasien akan membatasi gerak
karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
|
Dorong partisipasi dalam
aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
|
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi
isolasi sosial.
|
Anjurkan pasien untuk melakukan
latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
|
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus
otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan
reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
|
Bantu pasien dalam perawatan
diri.
|
Meningkatkan kekuatan dan
sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan
kemauan pasien untuk sembuh.
|
Berikan diet Tinggi protein
Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.
|
Mempercepat proses penyembuhan,
mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan
BB.
|
Kolaborasi dengan bagian
fisioterapi.
|
Untuk menentukan program
latihan.
|
Dx-3 : Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan
penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah
kerusakan kulit tidak berlanjut.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji adanya perubahan warna
kulit.
|
Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit.
|
Pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan.
|
Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih
lanjut.
|
Ubah posisi dengan sesering
mungkin.
|
Untuk mengurangi tekanan
konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
|
Beri posisi yang nyaman kepada
pasien.
|
Posisi yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
|
Kolaborasi dengan tim kesehatan
dan pemberian zalf / antibiotic.
|
Untuk mengurangi terjadinya
kerusakan integritas kulit.
|
Dx-4 : Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan
lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b. Leukosit dalam batas normal, dan
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji keadaan luka (kontinuitas
dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa
|
Untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi.
|
Anjurkan pasien untuk tidak
memegang bagian yang luka.
|
Meminimalkan terjadinya
kontaminasi.
|
Rawat luka dengan
menggunakan tehnik aseptik.
|
Mencegah kontaminasi dan
kemungkinan infeksi silang.
|
Mewaspadai adanya keluhan nyeri
mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
|
Merupakan indikasi adanya
osteomilitis.
|
Kolaborasi pemeriksaan darah :
Leukosit
|
Leukosit yang meningkat artinya
sudah terjadi proses infeksi.
|
2.2.4
Evaluasi
1.
Pasien tidak lagi mengalami
nyeri.
2.
Pasien tidak mengalami kerusakan
mobilitas fisik.
3.
Pasien tidak mengalami kerusakan
integritas kulit.
4.
Pasien tidak mengalami infeksi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tumor tulang/osteosarkoma adalah jenis malignansi
terbanyak dari tumor tulang yang berjumlah kira-kira 20% dari semua kasus,
tumor sel berkas malignan muncul didalam tulang. Osteosarkoma lebih umum
terjadi pada pria dan orang-orang dengan usia 11-20 tahun. Kemampuan bertahan
hidup 5 tahun sekitar 60%. Akan tetapi angka bertahan hidup 2 tahun untuk jenis
ini dengan penyakit local sekitar 40-90%, sedangkan pada penyakit metastatic
mempunyai kemampuan bertahan hidup 2 tahun sekitar 30-60%.
Osteosarkoma Bukan karena tumor membentuk tulang
tetapi karena pembentukan tumor ini berasal dari sel osteoblastikdari sel-sel
masenkim primitive tumor yang sangat ganas menyebar secara cepat pada
periostenumdan jaringan ikat diluarnya.
3.2 Saran
Mahasiswa lebih
memperdalam lagi pengetahuannya penjelasan tentang Asuhan keperawatan pasien
tumor tulang.
Institusi
Pendidikan, untuk memberikan materi pembahasan Asuhan keperawatan tentang tumor
tulang.
Penulis, dengan segala kekurangan penulis agar
dapat mempelajari lebih mendalam tentang Asuhan keperawatan pasien tumor
tulang.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8.
EGC.
Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal.
Banjarbaru:
Akper Depkes.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I.
Salemba
medika. Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3,
Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar